Popular

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Empat Dekade Indocement Beroperasi, Sudahkah Masyarakat Sejahtera?



Oleh : Muhammad Fadil (Peneliti SALAM Institute)

Sudah hampir empat puluh tahun sudah pabrik PT. Indosemen hadir di kecamatan gempol, kabupaten Cirebon. setidaknya ada enam desa yang terdampak dari PT. Indosemen ini, namun masyarakat belum merasakan kesejahteraan, justru hanya menambah sengsara.

Dampak dari kerusakan yang ditimbulkan oleh PT Indosemen tentunya sangat merusak alam. Bagi kita yang baru datang ke sana, kita pun bisa langsung mengetahui seberapa besar dampak kerusakaannya, karena meskipun dilihat dari jarak beberapa kilo pun kerusakan alam tersebut akan terlihat jelas. Dampak yang sering dirasakan oleh masyarakat sekitar adalah kerisis air. Mata air yang mestinya menjadi sumber penghidupan bagi masyarakat gempol kini sudah banyak yang hilang karena seringnya terjadi pengerukan tiap harinya.

Khususnya di Desa Cikeusal yang merupakan salah satu dari enam desa yang terdampak, dimana desa ini adalah desa yang paling terdampak langsung dibandingkan desa-desa lainnya, karena lokasinya yang berdekatan dengan wilayah pertambangan semen dan juga desa ini merupakan wilayah desa yang sudah lama ditambang.

Banyak dari warga desa Cikeusal yang tergusur pemukimannya karena alasannya pemukiman tersebut merupakan areal yang berbahanya dan akan dijadikan akses untuk jalan tambang. Warga hanya bisa pasrah saja ketika digusur, karena jika mau melawan dianggap pemberontak dan anti pembangunan. Memang tidak ada paksaan dari pihak perusahaan untuk pindah, hanya saja tanggung resikonya jika terjadi longsor dan sering terkena debu.

Bunyi ledakan dan debu setiap hari

Selain itu warga juga mengeluhkan dengan adanya bunyi ledakan atau blasting setiap hari, selain mengganggu kenyamanan bahkan akibat dari bunyi ledakan setiap hari membuat rumah warga sekitar menjadi retak-retak.

Selain itu, pada musim panas debu-debu dari tambang sering bertebaran dimana-mana sehingga membuat napas menjadi sesak. Taburan debu yang tak karuan, gerak acak yang tak dapat diperkirakan arahnya menjadi pemandangan yang khas. Pengendara sepada motor yang tak menutup kaca helmnya sudah menjadi santapan debu-debu itu. Orang yang baru datang kesana pun akan merasakaan keadalan yang sama. Lalu Bagaimana dengan warga yang tinggal disana dari lahir dan hidup selama bertahun-tahun disana?. Semua orang terpaksa harus tinggal dan menghirup butiran tak bermanfaat bagi kesehatan itu, setiap hari bahkan setiap hembusan nafasnya. Bukan hanya di jalanan saja, debu tersebut juga sampai kerumah-rumah warga, sampai-sampai mereka setiap harinya harus menyapu dan mengelap lantai dan kaca, karena seringnya debu menempel terutama di saat musim kemarau. Ingin pindah pun rasanya sulit karena mau tinggal dimana lagi kalo pindah tentu harus menyesuaikan dengan tempat yang baru ditambah lagi dengan uang yang pas-pasan.

Krisis Air

Dampak yang krusial dari adanya pertambangan semen ini adalah terjadinya krisis air. Hilangnya air di desa Cikeusal dikarenakan banyaknya sumber mata air yang tertambang oleh pihak perusahaan. Di sisi lain di wilayah terebut merupakan pegunungan kars yang dimana memiliki banyak pasokan air di dalamnya, hilangnya gunung kars tentu akan membuat ketersediaan air menjadi hilang. 

Pada akhirnya hilangnya gunung kars ini mengakibatkan krisis air. Pada musim kemarau, warga desa Cikeusal sering juga terjadi krisis air. Karena hilangnya beberapa sumber mata air sehingga masyarakat harus membeli air. Pihak pabrik biasanya memang sering memberikan bantuan air untuk warga sebanyak dua teruk tanki, hanya saja hal tersebut tidak mencukupi kehidupan sehari-hari, seperti untuk kebutuhan minum, mencuci dan buang air. Karena kurangnya air dari pemberikan PT. Indosemen sehingga warga harus mengeluarkan uang untuk membeli air. Biasanya warga membeli  air seharga Rp. 8.000,00- per 200 liter.

Menurut penuturan dari pak Jano selaku penduduk sana, dulu Ia tidak tinggal di blok kapling tetapi tinggal di blok citotok. Blok Citotok ini sekarang hilang karena sudah dijadikan sebagai jalan untuk akses tambang. Pada saat Ia masih tinggal di blok Citotok, warga tidak kesusahan air. Air setiap harinya muncul kepermukaan, tinggal menggali satu sampai dua meter pun air sudah muncul. Kini warga hanya bisa pasrah dengan keadaannya sekarang, mungkin ada rasa yang disesalkan oleh warga namun bagaimana lagi jika tidak mau pindah maka akan dianggap melawan pemerintah.

Pada akhirnya, hadirnya tambang indosemen ini yang telah menginjak hampir 40 tahun ini ternyata ditak memberikan kesejah teraan bagi masyarakat sekitar tetapi justru hanya membuat keadaan masyarakat semakin sengsara. Ini semestinya harus menjadi bahan evaluasi bagi kita semua bahwa kehadiran perusahaan tersebut tidaklah memberikan kesejahteraan sama sekali bagi masyarakat sekitar, apalagi terhadap ekosistem yang semakin lama semakin rusak.



Posting Komentar

0 Komentar