(Dokumen Pribadi) |
Jum'at, 24 Agustus 2023, SALAM Institute menggelar agenda nonton bareng film dokumenter karya tim Ekspedisi Indonesia Baru (EIB). Bertempat di Saung Juang Jalan Perjuangan Cirebon kegiatan bertajuk bioskop warga ini berkonsep nonton bareng dan diskusi. Kali ini mengadakan acara nonton bareng dan diskusi dengan menghadirkan langsung tim EIB terdiri Farid Gaban, Dandhy Dwi Laksono, Yusuf Priambodo dan Benaya Harobu.
Acara nonton bareng dimulai pukul 20.00 WIB dan dipandu oleh Linatuzzakiya dan Anggi Nopitasari dari SALAM Institute. Nonton bareng dibuka dengan membuka beberapa serial trailer yang mengenalkan tentang EIB dan pelepasan perjalanan tim EIB. Dilanjutkan film seri ke 4 (The Twins), film ini menjelaskan tentang sesat pikir pembangunan 10 Bali di pulau Komodo dengan proyek pembangunan proyek wisata premium.
Seperti biasa, dalam setiap film dokumenternya tim EIB selalu mengedepankan fakta-fakta riset. Kali ini lebih spesial, karena dalam The Twins menghadirkan peneliti sekaligus tim advokasi yang bernama Fenan. Dalam film tersebut dijejerkan fakta bahwa proyek pembangunan pariwisata premium pulau Komodo merupakan agenda pengusiran masyarakat setempat dari ruang hidupnya dengan dalih konservasi demi melindungi satwa langka Komodo.
Paradigma perlindungan ini konon katanya dilandaskan pada hasil riset sebuah perguruan tinggi yang menyatakan bahwa jumlah Komodo semakin berkurang akibat ulah masyarakat. Padahal secara turun temurun masyarakat Atamodo telah hidup berdampingan dengan Komodo sejak lama. Bahkan masyarakat setempat memiliki filosofi dan keyakinan bahwa masyarakat setempat (Atamodo) dan Komodo (Sebae) adalah saudara yang dilahirkan berbeda wujud.
Sebae tinggal di hutan sedangkan Atamodo menjaganya. Keyakinan ini yang membuat masyarakat hidup berdampingan dan tidak memangsa Komodo. Dalam akhir skene film, tim EIB menyematkan lagi karya Fenan yang berjudul Atamodo dan Sebae yang sekaligus menjadi kesimpulan dan inti dari film tersebut.
Nonton bareng semakin seru saat memasuki sesi diskusi. Berbagai tanggapan atas film dan pertanyaan dilontarkan oleh peserta nobar. Satu-persatu peserta mendiskusikan tentang proses pembuatan film, latar belakang, sampai dengan pengalaman yang didapatkan dan memperdalam topik yang dibahas dalam film.
Dalam diskusi lebih banyak menyingung tentang konsep pembangunan yang cenderung berpihak kepada investor. Dalam konteks ini negara memandang sektor ekonomi rakyat tidak menghasilkan keuntungan bagi pertumbuhan ekonomi negara. Sehingga kelimpahan sumber daya alam Indonesia perlu diberikan kepada pihak investor untuk meningkatkan pendapatan negara. Pola demikian dilakukan dengan cara membuat peraturan dan kebijakan.
Dalam konteks masyarakat Atamodo, kebijakan pembatasan akses masyarakat terhadap sumber daya alam telah berlangsung sejak tahun 50-an melalui pembentukan kawasan cagar alam. Sehingga masyarakat yang semula sebagai petani dan berburu berubah menjadi nelayan. Di tahun 1982 pulau Komodo ditetapkan sebagai Taman Nasional, pada masa ini masyarakat benar-benar sudah tidak bisa menjadi petani dan sepenuhnya menjadi nelayan.
Namun, pada tahun 90-an kawasan perairan juga ditetapkan sebagai Taman Nasional sehingga mereka tak dapat menjadi nelayan. Alhasil warga beralih menjadi tour guide dan pedagang pernak pernik wisata. Tetapi posisi ini belum cukup aman sampai selanjutnya datanglah proyek wisata premium pulau komodo.
Rangkaian peristiwa pengisian ini membuat warga menjadi marah. Sehingga dalam film tersebut juga memunculkan kemarahan warga dan tindakan penolakan warga. Di antaranya juga muncul berbagai inisiatif dan gerakan warga untuk tetap memperjuangkan ruang hidup mereka.
Salah satunya dengan cara membentuk community based. Sedangkan konsep bersebrangan muncul dalam proyek wisata premium tersebut. Selanjutnya tanggapan dan apresiasi silih berganti disampaikan oleh peserta. Sehingga kegiatan nonton bareng dan diskusi berakhir tepat tengah malam.
0 Komentar