Popular

6/recent/ticker-posts

Header Ads Widget

Responsive Advertisement

Tadabbur Pesisiran: Analisis Banjir dan Kerusakan Ekologi Cisanggarung


Tadabbur Pesisiran Series I dilangsungkan 21 Maret 2024 di Padepokan Rakyat Losari Lor Kabupaten Brebes. Tadabbur series I mengkaji tentang fenomena dan kerusakan ekologi sungai Cisanggarung. Dimulai pukul 20.30 kajian pada series Tadabbur diawali dengan nonton salah satu film karya Watch Doc yang terangkum dalam ekspedisi 3 sungai dengan judul "Satu Sungai 2 Warna". Sesi nonton film tentang sungai ini bertujuan untuk memberikan gambaran umum tentang karakteristik ekologi sungai. Setelah film pertama rampung, pada sesi nonton ini dilanjutkan. Dengan menonton ekspedisi sungai Cisanggarung yang dibuat oleh komunitas Patanjala. Film ini menggambarkan tentang kondisi ekologi hulu sungai Cisanggarung. 

Selain nonton, Tadabbur series I dilanjutkan dengan mengkaji fenomena dan kondisi ekologi sungai Cisanggarung. Sesi ini merupakan bagian inti. Pasalnya, pada sesi ini merupakan bagian fokus diskusi tentang sungai Cisanggarung. Fokus diskusi didahului dengan pemaparan gambaran umum tentang Cisanggarung sebagai pemantik. Sesi ini dipandu oleh Anggi Nopitasari dan Siti Latifah dari SALAM Institute. Melalui layar presentasi, Anggi menjelaskan bahwa Cisanggarung adalah sungai alami yang memiliki panjang 62,50km melintasi 3 kabupaten yakni: Kuningan, Cirebon dan Brebes. Hulu sungai ini terletak di Waduk Darma dan Taman Nasional Gunung Ciremai Kuningan dan bermuara di laut Jawa yang terletak di desa Limbangan Losari - Brebes. Sungai ini merupakan sumber hidup bagi warga disekitarnya, serta mahkluk hidup lainnya, baik flora maupun fauna. Sungai ini dimanfaatkan untuk pertanian, peternakan dan perikanan. Berikut gambaran aliran sungai Cisanggarung:






Cisanggarung sangat berarti dan menjadi tumpuan bagi warga disekitarnya. Secara umum, Cisanggarung telah membentuk tradisi dan peradaban bagi satusan ribu warga disekitarnya. Tetapi, kini modernisasi telah merubah cara pemanfaatan Cisanggarung. Hal ini terlihat dengan nampaknya pembangunan di tubuh DAS Cisanggarung. Seperti bendungan, industri, dan aktivitas komersil lainnya. Dalam penampakan aliran Cisanggarung terlihat adanya bendungan Cileuweng pada anak sungai Cisanggarung dan pintu bendungan pada hilir Cisanggarung seperti bendungan karet. 

Tetapi belakangan Cisanggarung menimbulkan problematika bagi warga disekitarnya. Bak sedang mencari perhatian, Cisanggarung terus menebar ulah dan sikap manjanya. Banjir, adalah problem yang belakangan sering dirasakan oleh warga sekitar Cisanggarung. Peristiwa luapan air bah di tahun 2024 memantik pertanyaan mulai kapan Cisanggarung melimpahkan airnya. Dalam peneluran tim SALAM Institute, banjir mulai rutin setiap tahun sejak 2018 dengan intensitas yang berbeda setiap tahunnya. 2018 sebagai penanda banjir besar sepanjang sejarah banjir Cisanggarung yang ditandai dengan debit air mencapai 2,5m, luas daerah terlimpas air bah, dan memakan 3 korban jiwa. Setelah tahun 2018, kini banjir besar tersebut terulang kembali di tahun 2024 dengan jumlah korban yang semakin banyak, yakni mencapai 83.000 jiwa sedangkan korban jiwa sebanyak 2 orang. 

Peristiwa luapan banjir santer terdengar disebut - sebut berasal dari luapan sungai Cisanggarung. Sungai ini meluap akibat meningkatnya debit air dari hulu. Peningkatan tersebut seiring dengan meningkat dan lebatnya intensitas hujan di Kuningan, sehingga debit air Cisanggarung menjadi di luar ambang batas dan mengakibatkan beberapa tanggul jebol. Situasi demikian membuat air meleber ke badan Cisanggarung baik kiri maupun kanan. Berdasarkan analisa penyebab banjir demikian, pemerintah melalui BBWS Cimancis berjanji akan mempercepat normalisasi dan pembangunan tanggul. Upaya demikian terlihat berulang setiap tahun, setelah banjir melanda dan menyebabkan kerugian besar bagi warga. 

Narasi tersebut sekaligus menjadi bahan diskusi bagi peserta Tadabbur Pesisiran Series I. Peserta satu persatu menguraikan pengetahuannya tentang penyebab banjir. Kerangka pengetahuan peserta ini didasarkan atas fakta yang terjadi dengan memahami kondisi ekologi diseluruh badan Cisanggarung. Pengetahuan ini mematahkan narasi bahwa banjir yang terjadi setiap tahun di Cisanggarung adalah sebuah bencana atau siklus alam tahunan. Dalam penelurusan peserta banjir yang terjadi akibat adanya tipologi tanah yang aktif. Hal ini menyebabkan perubahan lempengan tanah yang terus bergeser dan menyebabkan longsoran. Peristiwa ini menimbulkan terjadinya pendangkalan dipermukaan sungai dan pelebaran di bawahnya. Keadaan demikian membuat arus bawah sungai semakin deras.

Keadaan ekologi dan tipologi sungai tidak diperhatikan oleh pemerintah, sehingga kerap ugal-ugalan dalam melakukan pembangunan infrastruktur. Peserta Tadabbur Pesisiran Series I menandai beberapa jenis pembangunan infrastruktur dan alih fungsi lahan yang berkaitan dan menganalisa hal tersebut sebagai penyebab utama terjadinya banjir. Pertama, masifnya pembangunan industri, seperti di desa Bunder, Pabedilan, atau daerah hilir bibir Pantura. Pembangunan industri ini membutuhkan material untuk pembangunan maupun pemadatan tanah, sehingga untuk kebutuhan tersebut material diambil dari hulu Cisanggarung. Atas kebutuhan tersebut terdapat temuan kedua, yakni alih fungsi lahan area resapan air untuk galin c. Seperti di Cikedik, Cikeusal, Gunung Bagor, Cimanggis, Luragung dan Pasaleman. Semua lahan tersebut merupakan bukit yang digunduli dan diambil material tanahnya, kondisi porak-poranda hulu ini membuat air tak mampu tertampung dihulu.

Pembangunan lain berupa proyek infrastruktur, seperti bendungan dan jalan tol serta bendungan karet yang melintasi badan sungai Cisanggarung. Temuan ketiga, ditandai dengan adanya pembangunan bendungan Cileuweng pada anak sungai Cikaro dan Cikajang. Pembangunan bendungan membuat aktivitas aliran sungai menjadi terpusat. Temuan keempat, yakni adanya pembangunan tol yang melintasi badan Cisanggarung. Tepatnya di daerah Bantarsari, pembangunan tol ini kerap membuat tanggul di desa ini jebol setiap tahun. Sehingga setiap tahun desa ini mengalami kebanjiran. Temuan terakhir ialah dari tipologi dan sejarah. Secara tipologi, Cisanggarung alirannya menyerupai air. Hal ini menyebabkan tanggul rawan tergerus. Dari sisi sejarah, aliran hilir Cisanggarung bukan melintasi desa Tawangsari, tetapi terhubung dengan sungai Bosok atau Kali Purwa. Hilir asal Cisanggarung ini dirubah oleh Belanda sehingga menjadi lurus melintasi desa Tawangsari. Lintasan ini mengurangi beban banjir sehingga di pesisir aman dari banjir. Tetapi dengan masifnya pembangunan dan pengrusakan hulu Cisanggarung dikhawatirkan Cisanggarung akan menemukan jalan aliran asalnya. Jika ini terjadi, maka warga disekitar sungai Bosok akan tenggelam. 

Diskusi Tadabbur Pesisiran Series I dengan mengurai sebab akibat bencana banjir berlangsung hingga larut malam. Dari hasil diskusi tersebut, serta sepakat untuk melakukan ekspedisi susur sungai Cisanggarung yang akan dilaksanakan pasca lebaran. Kegiatan ini ditujukan untuk membuktikan dan memetakan kerusakan sosial ekologi disepanjang aliran Cisanggarung. Pengetahuan ini akan dikumpulkan sebagai basis bukti kajian masyarakat. Dalam hal ini berguna dalam membangkitkan kembali kepedulian masyarakat terhadap sungai Cisanggarung, serta mengingatkan pemerintah untuk tidak semena-mena dalam melakukan pembangunan. 


Posting Komentar

0 Komentar